Rabu, 18 Mei 2016

KONSEP MANUSIA MENURUT KARL MARX: Manusia Merupakan Masa Depan bagi Manusia

KONSEP MANUSIA MENURUT KARL MARX:
Manusia Merupakan Masa Depan bagi Manusia[1]

A.    PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk yang tidak bisa dipahami secara utuh luar-dalam, lahir-batin. Manusia sebagai persona pada hakikatnya merupakan makhluk yang tidak dapat dipahami secara menyeluruh. Yang kita pahami dan yang kita kenal hanya sebagian saja yang berada dan tampak diluar. Sedangkan kepribadiannya secara menyeluruh yang tidak tampak dan/atau tidak kelihatan secara kasap mata sangat sulit bahkan mungkin tidak bisa kenali dan tidak bisa dipahami. Berdasar pada hal ini, maka menjadi sebuah pertanyaan besar bagi kita akan siapa itu manusia dengan segalah atribut yang melekat pada dan/atau dalam dirinya sebagai pribadi. Dilain pihak mennjaadi suatu topik diskursus yang krusial diantara kalangan para pakar atau filsuf baik klasik maupun modern.
Kemudian dari sekian banyak para filsuf yang mendiskusikan dan menyampaikan pemikirannya tentang hal ini, muncul beberapa filsuf yang terkenal dengan pandangannya tentang manusia, siapa dan seperti apa manusia itu. Sebut saja Marx, dengan pandangannya tentang manusia yang mempengaruhi banyak pemikiran kemudian. Marx secara gamblang dan tegas mengedepankan pendangan materialisme historikal dimana dia menjelaskan pandangannya tentang manusia yang materialis namun dalam konsepnya bahwa manusia yang tergantung pada alam untuk hidup yakni manusia menari seturut irama alam dan kemudian berkembang menjadi manusia yang bisa mengkonstruksikan alam untuk menari seturut irama yang ditentukan manusia. Manusia berkembang dan tidak lagi terjebak pada pola yang tergantung pada alam dunia melainkan membuat suatu yang membuat alam serasa tergantung pada keberadaan manusia.
Setiap makhluk hidup yang hidup dari lingkungannya harus menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat dia berrgantung.dan seperti semua makhluk hidup lainnya, manusia pun tergantung pada lingkungannya. Dengan kata lain kendati kita begitu percaya pada martabat khusus manusia, kita juga harus mengakui bahwa dalam hal ini pada manusia tidak ada pengecualian. Namun, hal ini tidak lantas membuat kita secara dangkal menyamakan manusia dengan hewan. Manusia tetap memiliki kelasnya sendiri. Manusia adalah human karena uniknya cara mereka bergantung pada lingkungannya. Dari semua ciptaan yang hidup, kendati bergantung pada lingkungan, hanya manusia sendiri yang dapat membuat lingkungannya juga bergantung pada kehadiran mereka.
Materialisme Marx
            Marx adalah seorang materialis, tetapi beliau bukan satu-satunya seorang materialisme, Skinner juga merupakan seorang materialis. Menarik bahwa Marx juga menerima gagasan Skiner bahwa tidak ada perbedaan fundamental antara manusia dan hewan. Marx memandang hal ini melalui caranya semdiri.
            Manusia hidup tergantung dari lingkungan demi kehidupannya sendiri. Dengan kata lain jika tidak ada udara, air, dan makanan maka kita tidak akan bisa hidup. Secara mutlak dari kelahira hingga kematian manusia sudah bergntung pada pada lingkungan demi pemenuhan serta pemuasan kebutuhan.

B.     KEUNIKAN MANUSIA
            Diantara semua organisme yang hidup, kendati tergantung pada lingkungan, hanya manusia sendiri yang mampu menjadikan lingkungannya tergantung pada mereka. Setiap mahluk yang hidup dari lingkungannya harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia bergantung. Misalnya kalau air di sungai kering maka ikan-ikan akan mati karena tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan tanpa air.
            Jika ada perubahan mendadak dan penting dalam lingkungan yang mengacaukan keseimbangan antara spesies tertentu dengan lingkungan, satu-satunya cara adalah dengan imigrasi. Hal ini sama juga dengan manusia misalnya terjadi kebakaran maka manusia akan lari berlindung atau mencari tempat yang lebih aman dan nyaman.
            Akan tetapi manusia mampu menyelesaikan ketergantungan mereka terhadap lingkungan dengan cara yang jauh melampaui hewan. Manusia mulai bekerjadan dengan bekerja mereka telah menciptakan lingkungan spesifik mereka, suatu pekerjaan yang jauh melampaui pekerjaan binatang.

C.    MANUSIA : SPESIES YANG BEKERJA
            Lebah membangun sarang, burung membangun sarang, dan semutpun membangun sarangnya sendiri. Manusia membangun rmah, pabrik, kantor, jembatan, dermaga dan juga mengkonstruksikan mesin yang dapat membantunya dalam kehidupan setiap hari. Tiap spesies binatang tampaknya sangat baik dalam hal atau soalnya sendiri, dan sama sekali tidak mampu dalam hal-hal yang lain, padahal manusia bisa menguasai banyak hal.
            Menurut Marx, pekerjaan adalah tindakan manusia yang paling dasar. Dalam pekerjaan, manusia membuat dirinya menjadi nyata. Kerja adalah salah satu ciri yang membedakan manusia dari makhluk-ciptaan lainnya, yang kegiatannya untuk melestarikan hidupnya tidak dapat disebut kerja.

1. Pekerjaan, Kegiatan Khas Manusia.
Manusia adalah makhluk ganda yang menarik. Di satu pihak ia adalah “makhluk alami” seperti binatang—ia membutuhkan alam untuk hidup. Di lain pihak ia berhadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing—ia harus terlebih dahulu menyesuaikan alam dengan kebutuhan-kebutuhannya. Manusia bekerja secara bebas dan universal. Bebas, karena ia dapat bekerja meskipun tidak merasakan kebutuhan langsung. Universal, karena di satu pihak ia dapat memakai pelbagai cara untuk tujuan yang sama, di lain pihak ia dapat menghadapi alam tidak hanya dalam kerangka salah satu kebutuhannya.
2. Pekerjaan sebagai Obyektivasi Manusia
Bekerja berarti bahwa manusia memberikan bentuknya sendiri dari obyek alami. Melalui pekerjaan itu, manusia mengobyektivasikan dirinya ke dalam alam. Bakat dan kemampuannya tidak tinggal dalam anagan-angannya, melainkan telah menjadi obyek yang nyata. Manusia dapat melihat dirinya di dalam pekerjaannya. Kerja menjadi cerminan hakekat manusia.
Manusia tidak bekerja sendirian. Kebutuhan-kebutuhannya dapat ia penuhi melalui hasil pekerjaan orang lain. Begitu pula hasil pekerjaan kita pun berguna untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Penerimaan dan penghargaan orang lain terhadap hasil kerja kita, membuat kita merasa diakui. Kita merasa berarti karena tahu bahwa kita mampu memenuhi kebutuhan orang lain. Pekerjaan menjadi sesuatu yang menggembirakan karena orang lain menerima dan menghormati hasil pekerjaan kita. Di situ tampak bahwa manusia pada hakekatnya bersifat sosial, dan hakekat itu nyata di dalam pekerjaan. Melalui pekerjaan, manusia membuktikan diri sebagai makhluk sosial.
Kerja memiliki dimensi historis. Alam, tradisi-tradisi pengetahuan manusia, ilmu pengetahuan, alat-alat kerja, dunia kita dan segala isinya bukanlah sesuatu yang ada begitu saja, melainkan warisan hasil pekerjaan generasi-generasi sebelumnya. Dunia kita dan segala isisnya merupakan produk sejarah.
3. Keterasingan dalam Pekerjaan[1]
Karena pekerjaan merupakan sarana perealisasian diri manusia, maka seharusnya bekerja memberikan kepuasan dan kegembiraan. Namun dalam kenyataannya, khususnya bagi para buruh dalam sistem kapitalis, pekerjaan justru mengasingkan mereka. Dalam sistem kapitalis, pekerjaan dilakukan secara terpaksa. Di dalam pekerjaan itu manusia tidak berkembang dan semakin terasing dari dirinya sendiri dan orang lain.
·         Terasing dari dirinya sendiri
Keterasingan dari dirinya sendiri mempunyai tiga sisi. Pertama, si pekerja menjadi terasing dari produknya. Pekerja tidak memiliki hasil pekerjaannya. Produknya adalah milik pemilik pabrik. Dengan begitu, yang dikerjakannya tak ada artinya bagi dirinya. Kedua, karena produk pekerjaan terasing darinya, tindakan bekerja itu sendiri pun kehilangan arti bagi si pekerja. Di dalam pekerjaannya, manusia tidak dapat mewujudkan hakekatnya sebagai manusia bebas dan universal. Ia bekerja karena terpaksa, demi bertahan hidup. Di situ ia mengalami keterasingan dari pekerjaannya. Ketiga, bekerja adalah tindakan hakiki manusia. Di dalam pekerjaan yang dijalankan secara terpaksa, semata-mata demi mencari nafkah, manusia memperalat dirinya. Bekerja bukan lagi untuk mengembangkan diri atau merealisasikan bakat dan kemampuan, melainkan untuk bertahan hidup. Ia tidak lagi bebas karena bekerja atas dasar paksaan majikan, dan pekerjaannya tidak lagi universal, karena melulu terarah pada pemenuhan fisik dalam hidup sehari-hari.
·         Terasing dari orang lain
Terasing dari hakekat dirinya berarti juga manusia terasing dari sifat sosialnya. Ia terasing dari sesamanya. Di dalam keterasingan dari sesama terdapat kepentingan-kepentingan yang bertentangan. Pertama, terjadi perbedaan kelas antara kelas pekerja dan kelas pemilik. Kedua kelas ini saling bertentangan satu sama lain. Pertentangan tersebut bukanlah pertentangan emosional tidak saling menyukai, melainkan pertentangan kepentingan. Kelas pemilik menginginkan keuntungan setinggi-tingginya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya (biaya produksi, upah buruh dan fasilitas pekerja seminimal mungkin). Sedangkan para buruh menginginkan upah setinggi mungkin dengan jaminan fasilitas kerja yang optimal. Dengan demikian kelas pekerja dan kelas pemilik terasing satu sama lain. Kedua, selain pertentangan antar-kelas secara vertikal, terjadi pula pertentangan kepentingan secara horizontal: antara sesama buruh atau antara sesama pemilik modal. Para buruh berebut tempat kerja, sementara para pemilik berebut pasar.
Keterasingan dari orang lain terlihat dalam fakta bahwa saya menjadi orang yang sepenuhnya egois. Saya hanya akan memenuhi kebutuhan orang lain, sejauh itu memberi keuntungan pada saya. Manusia menjadi terasing dari hakekatnya sebagai makhluk sosial. Manusia bertindak bukan demi sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri, melainkan melulu demi keuntungan diriku. Sesuatu yang disebut sebagai ”keuntungan” itu secara konkret adalah uang. Uang menandakan keterasingan manusia dai alam dan sesamanya. Di dunia kapitalisme, misalnya orang meninati sawah bukan karena keindahan sawah yang luas dan padi yang menguning, melainkan sebagai tempat penanaman modal atau tempat untuk memperluas wilayah pabrik. Yang penting nilai uangnya dan bukan alam itu sendiri.
4. Hak Milik Pribadi
Menurut Marx, sistem hak milik pribadi merugikan kaum pekerja. Dengan adanya sistem hak milik, majikan memonopoli kesempatan kerja. Majikan hidup dari penghisapan tenaga kerja buruh, sedangkan buruh harus menyangkal diri dan memperbudak diri pada majikan. Majikan sendiri mengalami keterasingan dari hakikatnya. Pengembangan dirinya mandeg. Ia hanya secara pasif menikmati hasil kerja orang lain, padahal nikmat pasif saja tidak mengembangkan manusia. Sistem hak milik pribadi mengasingkan baik pemilik maupun pekerja dari dirinya sendiri: pemilik terasing dari pekerjaan dan pekerja tidak berkembang dalam dirinya. Pada akhirnya, penyebab segala keterasingan manusia adalah penataan produksi menurut sistem hak milik pribadi.
Marx menjelaskan bahwa sistem hak milik pribadi tidak boleh dinilai semata-mata negatif. Hak milik pribadi adalah akibat yang tidak dapat dihindari dalam sejarah. Dalam sejarah, umat manusia mengalami tiga tahap perkembangan: (1)tahap masyarakat purba, sebelum ada pembagian kerja atau semua dilakukan bersama-sama. (2)tahap pembagian kerja sekaligus tajap hak milik pribadi dan tahap keterasingan. (3)tahap kebebasan, yaitu apabila hak milik pribadi sudah dihapus. Hak milik pribadi memacu manusia untuk terus-menerus mengembangkan kebudayaannya. Misalnya, kelas atas yang memaksa bahkan menindas rakyat untuk membangun jalan raya Anyer-Panarukan, Kaisar yang menindas rakyat untuk membangun tembok pertahanan raksasa di Cina, dan sebagainya. Itu semua demi kebutuhan-kebutuhan jangka panjang.
Menurut Marx, komunisme adalah solusi atas masalah keterasingan manusia dengan alam dan dengan sesamanya. Komunisme memampukan manusia untuk merealisasikan diri secara bebas dan universal.


D.    MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL
Sebagai seorang materialis, Marx melihat kodrat material manusia dan ketergantungannya pada lingkungan untuk hidup sebagai faktum fundamental. Marx menyadari bahwa spesies manusia adalah sungguh suatu spesies sosial. Jika Sartre melihat manusia sebagai individu yang self-sufficient,yang secara utuh bertanggung jawab untuk dirinya sendiri, Marx tidak mengakuinya dan menganggapnya nonsense dan tanpa isi sebab menurutnya manusia yang mempunyai kodrat material selalu hidup dengan manusia lain dan bergantung pada lingkungan.
Lihatlah di sekitar Anda. Ada rumah di mana-mana dengan aliran listrik dan pelbagai alat pemnas dan pendingin. Ada mobil, bu, kereta, pesawat terbang, truk; ada pertokoan yang penuh dengan persediaan barang dan makanan; ada rumah sakit, sekolah, industri dan pabrik. Singkatnya, hidup kita jauh dari gua-gua, seperti para nenek moyang kita dulu, dan memang sudah sangat berbeda. Lalu, siapa yang mentransformasikan lingkungan demikian kepada kita? Siapa yangmembuatnya? Jelas, ini bukan hanya satu orang. Ini terjadi berkat kerja sama semua nenek moyang kita, berkat kerja sama banyak orang. Seluruh hasil muncul dari kombinasi organik dari usaha anggota-anggota masyarakat, sama seperti pertumbuhan seluruh organisme yang kompleks muncul dari aktivitas sel-sel secara terpadu. Ini adalah kerja sejumlah manusia secara integral, bukannya individu-individu yang terpisah dan tak berhubungan. Ini adalah suatu prestasi sosial.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa jika spesies manusia bukan spesies sosial yang mampu bekerja secara terpadu, kita pasti masih tetap tinggal dalam gua dan ditentukan untuk tetap tinggal di sana sampai kekal. Sebaliknya, jika masing-masing kita harus menghasilkan dan mengatur segala sesuatu secara sendirian, kita juga mungkin bisa kembali lagi ke dalam gua. Jadi aspek pertama yang paling penting dari sosialitas manusia adalah bahwa kita menghasilkan secara sosial, bukan secara individual, bekerja pada level kelompok dan kebersamaan bukan perorangan. Marx menyadari tanggung jawab sosial yang mutlak perlu atas lingkugan dari spesies yang secara esensial adalah makhluk sosial.


                                                                                                                       
E.     MATERIALISME HISTORIS: BANGKITNYA MANUSIA
            Kata “materialisme” dalam pemikiran Marx ini bukan dalam arti ontologis, yakni pemikiran yang memandang kenyataan sesungguhnya adalah materi. Pandangan materialismenya ini lebih mengarah pada pengertian bahwa bukan pikiran melainkan kerja sosial (ekonomi) yang menjadi basis atau kegiatan dasar manusia. Kata ”historis” mengacu pada pengertian bahwa sejaran manusia berjalan melalui proses dialektis dan menuju ke tujuan atau telos tertentu. Proses dialektis itu terjadi di dalam perjuangan kelas dan tujuannya adalah mewujukan kebebasan.[2]
Text Box: Lingkungan (1)Text Box: Lingkungan (2)Text Box:  Lingkungan (3)Text Box: GUA-GUAText Box: KAPITALISMEText Box: KOMUNISME            Teori Marx tentang kodrat manusia dapat dilihat sebagai semacam sintesis antara materialisme dan kebebasan. Berikut merupakan diagram pandangan Marx mengenai sejarah manusia yang berarah menuju kepada kebebasan.
Text Box: Manusia (3)
Bebas


Text Box: Manusia (2)
Teralienasi


Text Box: Manusia (1) 
Pada level yang sama
Seperti binatabg




Diagram di atas dibaca dari sudut kanan bawah. Lingkungan (1) mewakili lingkungan asli manusia yang belum ditransformasikan; manusia masih tinggal di dalam gua-gua. Untuk segala macam tujuan praktis Manusia (1) hidup dalam level yang sama dengan binatang. Mereka masih tergantung secara utuh pada lingkungan seperti juga binatang. Manusia (1) sebagai makhluk material masih bergantung pada alam sama seperti binatang lainnya. Meski demikian, materialisme yang dikonsepkan oleh Marx adalah historis, yaitu bahwa manusia mengandung perkembangan yang menyetir dirinya sendiri menuju kebebasan dengan mentransformasikan lingkungan di mana ia bergantung. Kemudian, Garis bergerak dari Manusia (1) menuju Lingkungan (2). Garis ini menghadirkan revolusi dengan mentranformasi lingkungannya melalui praksis manusia, yaitu kerja sosial. Hasil dari revolusi ini adalah tahap kapitalisme di mana lingkungan sudah ditranformasi dan dibentuk menurut kebutuhan manusia.
Pada tahap kedua ini, manusia telah meninggalkan semua spesies hewan. Pada level Lingkungan (2) manusia tidak dapat mengungkapakan identitasnya yang benar, identitas manusiawi dan individual. Ia tidak bisa memilih menjadi apakan ia nanti, dan tidak dapat berhubungan dengan manusia lain sebagai manusia. Manusia mengalami alienasi dan belum menjadi manusia bebas yang disebabkan oleh kapitalisme.
Materialisme Marx bersifat historis. Manusia menyetir evolusinya sendiri. Jika manusia bisa bebas dari gua-gua atau keterikatan pada lingkungan natural, dia pun pasti dapat melepaskan diri dari alienasi oleh sebab kapitalisme. Pembebasan dari kapitalisme hanya akan dapat diperoleh melalui revolusi oleh kaum proletariat. Revolusi ini terjadi karena kontradiksi internal sistem produksi kapitalistik karena produksi kapitalistik semakin tidak terjual akoibat tak terbeli oleh kaum buruh yang sangat membutuhkan produk-produk tersebut.[3] Revolusi ini digambarkan melalui garis diagonal dari Manusia (2) kepada Lingkungan (3).
Level ketiga ini merupakan langkah terakhir dari evolusi manusia. Lingkungan (3) menghadirkan suatu lingkungan natural yang dibentuk oleh manusia menurut kebutuhannya sendiri seperti lingkungan natural dalam kapitalisme tetapi grup manusia memiliki struktur komunis. Setiap anggota grup memberi sumbangan menurut kemampuannya dan menerima menurut kebutuhannya. Manusia (3) mengalami kebebasan. Ini merupakan perjalanan terakhir materialisme historis Marx.
           
F.      ALIENASI SEBAGAI AKIBAT DARI SISTEM KAPITALISME DALAM PERKEMBANGAN MANUSIA
Pada tahap ini, hal pertama yang harus dipahami ialah bagaimana Marx melihat kapitalisme dalam perkembangan manusia yang pada awalnya hidup dalam gua dan bergantung mutlak pada alam menujuh manusia yang tinggal pada dunia modern dimana secara jelas memperlihatkan bagaimana manusia membuat lingkungan bergantung juga pada kehadiran dan keberadaan manusia dan tindakannya. Perubahan ini sangat diperhatikan dan menjadi bagian yang dikaji secara khusus oleh Marx.
Terdapat kesan bahwa ada lompatan yang sangat jauh dan drastis ketika berbicara tentang manusia pada awalnya yang hidup dalam gua-gua sederhana lalu kemudian muncul pada sebuah dunia perkotaan yang modern dengan segalah perlengkapan produksi, gedung-gedung tinggi, jalan raya yang besar dan perputaran ekonomi yang begitu dahsyat dan semua sarana yang lengkap tersediah bagi manusia yang sedianya siap untuk digunakan.  Ada lompatan pula dalam hal yang berkaitan dengan sebuah pola yakni pembagian kerja. Pada masyarakat manusia yang hidup dalam gua-gua sederhana, pembagian kerja tidak begitu komplit dan banyak karena memang mereka betul tergantung pada keadaan alam dunia yang berlimpah dan ketika alam tidak mendukung kehidupan mereka lagi, mereka kemudian akan berpindah dan mencari tempat lain yang mendukung kehidupan mereka.
Hal yang berbeda sekali dengan masa sebelum manusia mulai bekerja dan mengolah untuk hidup,  dengan manusia modern dengan pembagian kerja yang banyak dan komplit sebab pada hakekatnya, manusia hanya dapat menentukan dirinya dengan kerja dan produksi. Marx menekankan bahwa manusia hanya dapat hidup jika dia produktif, menguasai dirinya dengan tindakan yang mengekspresikan kekuasaan manusiawinya yang khusus. Ekspresi manusia ini akan teraktualisasi dalam kerja. Untuk mengekspresikan dirinya, manusia butuh kenerdekaan dan kebebasan yang didasarkan pada prilaku menciptakan diri. Ekspresi manusia dalam bentuk kerja dan pembagian kerja inilah yang kemudian menciptakan sebuah kahidupan baru yakni sistem produksi yang menempatkan manusia pada dua posisi yakni pada posisi proletar dan pada posisi borjuis atau orang yang memilikiu sarana produksi. Disinilah ujung dimana  kapitalisme mulai berkembang dan mulai membagi-bagikan manusia menurut kurang lebih dua kelas sosial seperti yang sudah dikatakakn diatas. Kapitalisme sendiri berarti pada sistem pembagian kerja dalam produksi dimana ada orang yang memiliki perangkat untuk produksi dan ada yang dipekerjakan.
Alienasi sendiri berarti pemisahan atau keterpisahan dalam arti yang mendalam. Seorang yang mengalami pemisahan ini dalam arti yang asli adalah orang yang terpisah dari diri dan akalnya sendiri. Orang yang kehilangan akalnya atau dapat saja dikatakan tidak waras lagi. Istilah ini secara sengaja diadopsi oleh Marx utnuk menggambarkan perpecahan internal manusiawi yang telah diderita oleh anggota masyarakat kapitalistis. Yakni orang yang rusak, terpisah dari identitas personal mereka dan terpisah dari kemanusiaan mereka sendiri sebagai harga yang harus mereka bayar dibawah sistem produksi kapitalistis yang mereka kembangkan.
Menurut Marx, kapitalisme adalah suatu model yang pada dasarnya melahirkan atau menghasilkan orang-orang yang teralienasi, yakni terpisah dari kemanusiaan mereka atau tidak bisa bertindak secara sebagai manusia. Hal ini merupakan suatu tuduhan pahit bagi kapitalisme karena selain menunjukkan dehumanisasi pada manusia, tetapi juga membuat manusia tidak bisa berbuat apa-apa sesuai dengan kehendak mereka. dibawah kapitalisme, manusia dialienasikan terhadap ,manusia lain, dimana manusia diperlakukan sebagai layaknya potongan mesin dan jika tidak berguna lagi maka harus dibuang. Walau pun disisi lain para kapitalis tahu bahwa mereka adalah mmanusia dengan kebutuhan-kebutuhan manusiawi mereka.
Demikianlah manusia dalam hal ini kaum proletarian juga bertindak seperti benda-benda saja. Mereka tidak memiliki kontrol atas dirinya sendiri karena semuanya diatur dibawah suatu kontrol yang besar dan kuat. Namun, hal ini tidaklah cocok dengan kodrat manusia sebagai makhluk yang mengontrol apa yang dilakukannya. Dan inilah alienasi karena kapitalisme.
G. KRIRIK TERHADAP MARX
            Para pemikir dari Mazhab Frankfurt (Teori Kritis) mengkritik beberapa pemikiran yang dinyatakan oleh Karl Marx yang dianggap tidak relevan lagi dengan zaman modern, di antaranya:
1. Dalam pemikirannya, Marx mengatakan bahwa kapitalisme akan hancur dengan sendirinya yang disebabkan oleh kontradiksi internal yang dimiliki kapitalisme itu sendiri. Dalam hal ini Marx melupakan bahwa kapitalisme mampu mengembangkan mekanisme efektif sehingga tetap bertumbuh biak dan makin kokoh.
2. Analisis kelas karena di dalam masyarakat kapitalisme lanjut masyarakat atau antara kelas masyarakat saling melebur sehingga penindasan kaum kapitalis terhadap pekerja tidak terjadi lagi melainkan semuanya ditindas oleh sistem.
3. Di dalam teorinya juga Marx yang mengatakan kaum proletar merupakan subjek revolusi karena peleburan kelas-kelas masyarakat yang menyebabkan mereka tidak lagi memiliki semangat revolusioner.
4. Penindasan sekarang tidak lagi bersifat fisik atau paksaan melainkan sangat halus, tersamar sehingga kaum tertindas menganggapnya sebagai sesuatu yang normal.[4]






H. PENUTUP
Manusia merupakan makhluk yang unik dengan segalah yang dia miliki termasuk kekuasaan manusiawinya. Untuk memahami manusia Marx melakukan berbagai pendekatan dan dari pendekatan-pendekatan itu, sampailah Marx pada suatu pandangan yang secara garis besar menolak sistem kapitalis karena memperalat manusiadan membuat manusia kehilangan kontrol atas dirinya dan harus bekerja dibawah sebuah pengontrol yang lebih besar. Dengan demikian, manusia tidak dapat berbuat apa-apa seperti benda. Padahal manusia sebenarnya dan seharusnya menjadi tuan atas tindakan dan aktifitasnya sendiri.
Manusia bekerja guna bisa bertahan hidup dan terutama merupakan suatu ekspresi kekuasaan manusiawinya. Namun, manusia tidak menghendaki terjadinya alienasi oleh sistem yang menekan. Kapitalis menjadi sebuah sistem yang disalahkan atas dehumanisasi yang terjadi pada manusia sebab telah mengakibatkan manusia kehilangan kontrol atas dirinya dan aktifitasnya.





DAFTAR  PUSTAKA
Kebung,  Konrad. Rasionalisasi dan Penemuan Ide-Ide. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. 2008.
Lubis, Akhyar Yusuf. Pemikiran Kritis Kontemporer: Dari Teori Kritis, Culture Studies, Feminisme, Postkolonia Hingga Multikulturalisem. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2015.
Magnis-Suseno, Franz. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1999.


[1]Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 87-104.
[2] Akhyar Yusuf Lubis, Pemikiran Kritis Kontemporer: Dari Teori Kritis, Culture Studies, Feminisme, Postkolonia Hingga Multikulturalisem (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), hlm. 246.
[3] Frans Magnis-Suseno, Op. Cit., hlm. 10.
[4] Akhyar Yusuf Lubis, Op. Cit., hlm. 9-10.

[1] Konrad Kebung, Rasionalisasi dan Penemuan Ide-Ide, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2008 ), hlm. 119-152.

1 komentar:

  1. vikings naga【VIP】free slots no deposit bonus codes
    vikings naga【VIP】free slots no deposit bonus youtube downloader codes 2021, free slots no deposit bonus codes, free casinos, gambling sites【VIP】

    BalasHapus